Laptop Pertamaku

Jonathan Ray
6 min readNov 27, 2019

--

Saya (11 tahun) dan Laptop Pertamaku (26 Agustus 2012)

Jumat 27 November 2009 adalah hari yang tidak akan pernah kulupakan. Itu adalah hari dimana aku mendapatkan laptop pertamaku. Dan bukan sembarang laptop, aku mendapat laptop yang kuidam-idamkan, yang bahkan aku sendiri tidak menyangka akan dapat menggunakannya. Aku mendapatkan laptop Apple Macbook Pro.

10 tahun yang lalu, laptop Apple tidak se-mainstream sekarang. Saat ini jika anda pergi ke kafe-kafe terkenal atau bahkan ke sekolah, anda akan melihat banyak laptop bermerek Apple dengan logo khas apel digigit. Anak muda sekarang banyak yang menggunakan Macbook, terutama Macbook Air, laptop yang dulunya symbol esklusifitas karena ketipisan dan kemahalannya. 10 tahun kemudian, Macbook Air dapat ditemukan secara mudah dengan harga dibawah 12 juta. Laptop itupun bukan lagi yang tertipis atau yang terbaik dari sisi desainnya.

Saya masih ingat secara detail mengenai hari yang indah itu. Seorang Athan yang baru kelas tiga SD tiba-tiba diajak ke toko electronic Bandung Electronic Center. Saya sangat ingat kami berempat kesana dan melihat-lihat laptop. Saya tidak tahu apakah pada hari itu memang kami berencana untuk membeli laptop. Akhirnya kami makan siang, setelah makan siang barulah kami pergi kembali ke toko Apple atau bahasa kerennya Apple Authorized Reseller, Velocity. Hingga akhirnya saya dibelikan sebuah laptop Macbook Pro 13.3 Inch, Mid 2009 dengan processor Intel Core 2 Duo 2.26 Ghz, RAM 2 GB, dan Hard disk 160 GB. Bukan spesifikasi yang menawan untuk harganya yang senilai tiga belas juta bahkan pada saat itu. Tapi yang penting Apple.

Aku punya mimpi

Saya adalah orang yang menyukai teknologi sejak saya berumur 6 tahun. Hobi saya waktu itu (karena Internet belum mainstream) adalah membeli buku-buku tentang komputer. Majalah Laptop sering saya beli, dan saya sering melihat-lihat harga dan review laptop yang ada di majalah tersebut. Hingga pada saat itu saya melihat gambar sebuah laptop berwarna putih yang beda dengan kebanyakan laptop lainnya. Ternyata itu namanya Macbook, keluaran dari Apple.

Saya tidak tahu banyak tentang Macbook. Yang saya tahu adalah laptop yang namanya Macbook tidak mempunyai sistem operasi Windows. Macbook menggunakan sebuah sistem operasi yang lain, beda dengan Linux. System operasi ini sangat esklusif dan cocok untuk orang-orang yang menggemari design. Keinginan saya untuk mencoba sistem operasi selain Windows 98, XP, dan Vista yang sering saya gunakan membuat saya bermimpi. Saya ingin Macbook.

Saya jadi ingat pertama kali saya meminta laptop Macbook ke ayah saya. Saya tidak tahu apakah dia mempunyai uang atau tidak, saya hanya berkata “Pih ingin laptop Apple”. Ayah sayapun berkata, nanti akhir tahun 2008 akan dibelikan. Saya menghitung mundur kapan akan dibelikan laptop Apple itu. Akhir tahun 2008, didapati bahwa rapor saya banyak merahnya. Akhirnya batal harapan saya memiliki laptop Apple. Entah karena nilai saya yang jelek atau memang pada saat itu belum ada uangnya? Saya tidak tahu jawabannya.

Tahun 2009 dihabiskan dengan saya berganti laptop dari netbook (laptop yang sangat kecil) Acer Aspire One ke laptop yang lebih proper, Acer Aspire 4730Z. Memang sebelum mempunyai laptop ini, saya sudah mempunyai desktop PC bermerek Hewlett-Packard (HP) dan laptop diatas, namun itu semua hanya sementara. Laptop itu tidak diperuntukan untuk saya. Itu hanya sebagai penunjang untuk mengerjakan tugas sekolah. Setelah saya mendapat Macbook Pro, semua komputer tersebut diserahkan menjadi barang operasional kantor ayah saya.

Kedua laptop yang saya sebutkan diatas adalah laptop bekas. Saya tidak mempunyai masalah dengan laptop bekas dan sudah merasa cukup. Tetapi mimpi untuk mendapatkan Macbook tetaplah ada. Saya tetap mencari-cari informasi tentang Macbook di internet (kala itu menggunakan modem USB dengan kartu sim Indosat IM2 Broadband atau Telkomsel Flash). Saya juga terkadang bermimpi menggunakan Macbook.

Memasuki akhir tahun 2009, mimpi saya mengenai Macbook sudah tidak lagi mengenai “Bayangkan kalau aku punya Macbook…” tetapi sudah menjadi “Hari apa ya aku punya Macbook…”. Saya dan ayah saya semakin sering membicarakan tentang Macbook dan sekarang sudah ada tanggal yang pasti. Setelah ulang tahun ayah saya, saya akan mendapatkan Macbook. Itu sudah definite.

Ulang tahun ayah saya berlalu, dan Macbook tak kunjung tiba. Saya tetap mencari-cari informasi tentang Macbook di internet, membayangkan apa saja yang akan kulakukan pada saat Macbook itu tiba. Akhirnya pada Jumat, 27 November 2009, saya resmi menjadi pengguna produk Apple.

Saya (8 tahun) dan Macbook Pro 13.3 Inch 2009 (5 Januari 2010)

Macbook ini menjadi sebuah kebanggaan bagi saya. Bukan bermaksud untuk sombong dengan “kekayaan orang tua”, tapi saya bangga menggunakan produk Apple. Ini adalah waktu dimana Windows XP masih mainstream dan Windows 7 baru keluar. Dulu setiap saya berfoto, harus bersama Macbook. Harus terlihat logonya, agar orang tahu bahwa saya menggunakan Macbook.

Jika saya menyampingkan unsur “kesombongan”, Macbook ini adalah sesuatu yang saya syukuri keberadaannya 10 tahun kemudian. Dengan adanya Macbook, saya sering berfoto di webcamnya dan hal itu membuat saya mempunyai banyak foto-foto lama saya. Dalam rentang empat tahun (2008–2012) saya sudah mempunyai handphone, laptop, kamera, dan hard disk external. Dan semua alat tersebut membuat saya mampu mendapatkan foto-foto masa kecil, memori lama, dan tulisan-tulisan yang saya tulis pada masa kecil dengan mudah. Saya bersyukur dapat mempunyai alat-alat diatas, karena tanpa alat-alat diatas, mungkin saya tidak akan punya personal archive, mungkin saya tidak hobby menulis, mungkin saya tidak akan menggemari foto dan video.

10 tahun berlalu dan kini Macbook sudah bukan alat penunjuk status social lagi. Sekarang dirumah saya ada beberapa produk Apple (Mac Mini digunakan untuk saya mengedit video, Macbook Air digunakan saya untuk bersantai dirumah, Macbook Retina digunakan ayah saya, Macbook Air digunakan oleh kakak saya. Ada iPhone X yang digunakan kakak saya. Dan entah dimana, dirumah saya ada iPhone 5 yang rusak karena lupa password Apple ID, iPad 1 dan iPad Mini 1 yang rusak layarnya, dan Macbook Pro Retina Display yang rusak layar dan baterainya). Apple sudah menjadi produk mainstream dan mungkin anda membaca ini menggunakan produk Apple. Novelty menggunakan produk Apple bagi saya sudah tidak terasa lagi karena semakin banyak orang yang menggunakannya dan keunikan produk Apple sudah mulai terserap oleh kompetitornya.

Saya baru mendapatkan (bahasa kasarnya dibelikan) laptop baru, dan saya memilih laptop Windows. Satu hal yang menjadi alasannya adalah reliability Apple yang sekarang sedang diperbincangkan dan baru diatasi dengan keluarnya Macbook Pro 16 Inch dengan keyboard yang di-redesign. Saya merasa mubazir menghabiskan uang orang tua diatas 15 juta untuk mendapatkan laptop yang tidak reliable. Sesuatu yang cukup sedih bagi saya sendiri karena saya sangat suka produk Apple apalagi operating system nya. It just works. Ease of use dari produk Apple masih sulit ditandingi. Saya akan kembali ke Macbook, menggunakan Macbook terbaru, tetapi entah kapan waktunya.

Mempunyai Macbook Pro sayangnya menimbulkan sisi baru dalam hidup saya. Sisi yang negatif yaitu manja. Mungkin persepsi saya waktu itu bahwa karena saya dibelikan Macbook, orang tua saya punya banyak uang, jadi saya bisa bebas meminta dan akan dibelikan. Orang tua saya memang hampir selalu membelikan apa yang saya minta dan untungnya kebanyakan yang saya minta sangatlah bermanfaat sampai sekarang (kamera dan peralatan lainnya). Ini adalah sesuatu yang sampai sekarang masih saya perangi untuk diatasi. Karena uang orang tua itu terbatas, sudah saatnya bagi saya untuk mencari uang sendiri dan mengandalkan kemampuan saya untuk mencari uang. Tidak bergantung pada uang orang tua dan bersikap manja.

Macbook Pro tersebut bertahan hingga tahun 2013 dimana pada saat itu keyboardnya rusak. Macbook ini pun sudah lawas walaupun baru empat tahun. Perkembangan dunia komputer yang pesat pada tahun 2009–2011 dengan adanya Intel Core I Series dan pengunaan SSD membuat Macbook saya terasa jadul begitu cepat. To put it on a perspective, laptop yang menggantikan Macbook Pro saya adalah Macbook Air 11-inch tahun 2013, dan laptop tersebut masih sangat capable untuk mengedit video ringan dan masih terasa seperti baru, 6 tahun kemudian. Selain itu, saya juga membutuhkan laptop yang ringan untuk dibawa-bawa ke sekolah.

Laptop Pertamaku, Macbook Pro 2009 (24 Juni 2019)

Ketika saya menulis refleksi ini, saya menyadari bahwa sebuah laptop dapat memberikan attachment bagi penggunanya. Sebuah benda dapat memberikan pengaruh yang besar bagi pemakainya. Macbook Pro ini pun membantu saya menjadi seorang Athan saat ini. Saya masih menyimpan Macbook tersebut lengkap dengan boxnya sebagai kenangan masa kecilku. Saya bersyukur karena laptop itu tidak dijual (tahun 2011 sempat ingin ditukar tambah dengan Macbook Pro terbaru, namun store hanya menghargai laptop saya senilai lima juta).

Akhir tahun 2009 selalu menjadi waktu yang special bagiku. 10 tahun kemudian, aku mengingatnya dan merindukannya.

--

--

Jonathan Ray

Curahan isi otak dan hati oleh seorang yang biasa saja. Opini pribadi, tidak menggambarkan siapapun kecuali saya.