Romantisiasi Masa Kecil
Catatan: Dalam tulisan ini, saya banyak menggunakan kata romatisiasi. Kata ini (dan beberapa versinya seperti romantisasi dan peromantisan) tidak memiliki makna yang pasti. Kebanyakan penggunaan kata romantisiasi disebabkan oleh penerjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu romanticisize. Romanticisize berarti to present details, incidents, or people in a romantic way menurut kamus Merriam-Webster. Penggunaan istilah romantisiasi dalam tulisan ini mungkin dapat dinilah tidak sepenuhnya tepat, mempertimbangkan tidak ada istilah aslinya dalam bahasa Indonesia (menurut kemampuan berbahasa saya yang terbatas).
Sudah bukan rahasia lagi bahwa saya senang mengenang masa lalu. Beberapa waktu yang lalu, saya membuat artikel mengenang tahun 2000-an. Saya juga memilki akun kedua Instagram (second account) yang isinya kebanyakan membahas dan mengangungkan masa lalu, baik tahun 2000-an ataupun masa lalu diri sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan sendiri, apakah saya cinta dengan masa kecil atau dengan era-nya? Apakah saya ingin kembali ke masa-masa tersebut?
Semasa 21 tahun kehidupan, saya tentu merasakan waktu baik dan buruk. Ada beberapa tahun yang sulit dikenang karena meninggalkan kenangan buruk (seperti 2013 dan 2014), ada juga tahun-tahun yang dirasa sangat indah, hingga saya selalu bermimpi untuk memiliki mesin waktu untuk menggapainya (seperti tahun 2009, 2011, dan 2019). Saya masih muda dan hidup saya (hopefully) masih panjang. Tentu cukup prematur bagi saya untuk menyatakan dekade 2000-an sebagai masa terbaiik. Siapa tahu tahun 2050-an ada fenomena menarik yang bisa mengubah hidup saya menjadi semakin baik? Saya tentu belum tahu tentang masa depan. Romantisiasi saya terhadap masa kecil dan tahun 2000-an diimulai karena kesukaan saya terhadap teknologi yang ada pada dekade tersebut, namun dalam satu dekade, ada banyak hal terjadi, bukan hanya dari segi teknologi. Itulah yang sedikit saya kesampingkan. Nyatanya, saya masih terlalu muda saat itu untuk mengetahui momen penting apa yang terjadi pada saat masa kecil.
Suatu saat, saya pernah membaca sebuah forum diskusi di Reddit mengenai hal-hal menyebalkan apa yang dilakukan orang. Satu jawaban yang menarik hati saya adalah “orang-orang yang selalu meromantisiasi tahun/ dekade di mana dia lahir”. Ini sangat menggugah hati karena saya membacanya ketika saya sedang berada di fase “2000’s breakdown”. Hal ini banyak terjadi pada banyak orang yang saya kenal. Ada beberapa kenalan saya yang lahir pada tahun 1998–1999 dan mengaku sebagai 90’s kids karena dekade tersebut sering dianggap sebagai dekade paling agung oleh netizen. Nyatanya, banyak yang menyatakan bahwa batas dari anak 90-an berada pada rentang 1994-an. Banyak orang mengaku dirinya sebagai orang lain demi mengubah identitasnya menjadi yang lebih keren, tetapi sebenarnya mereka keren tanpa harus mengaku apa yang bukan mereka.
Di balik semua itu, saya tetap cinta dengan masa kecil dan dekade 2000-an karena bagi saya, tahun 2000-an penuh dengan rasa ingin tahu yang besar akan sesuatu, terutama teknologi. Beberapa hal yang senang saya lakukan seperti menulis dan memotret berasal pada rasa ingin tahu yang dirasakan pada tahun 2000-an (meskipun kebanyakan berasal pada akhir 2000-an, dan lebih dalam pada awal 2010-an (sebelum tahun 2012)). Rasa kangen akan masa kecil disebabkan oleh apa yang terjadi pada tahun 2000-an, di mana saya masih bermain di lapangan seberang rumah dan setelah itu langsung bermain komputer bersistem operasi Windows Vista, melihat-lihat blog, YouTube, dan bermimpi memiliki handphone touchscreen. Sudah lama saya tidak berkunjung pada lapangan masa kecil (sudah pindah sejak 2011), namun dari yang saya tahu, lapangan tersebut tidak sebagus ketika saya tinggal dekat sana. Cukup mustahil melakukan hal seperti itu lagi di masa sekarang, apalagi di kota besar, karena anak-anak zaman sekarang mungkin berkumpul di lapangan untuk memainkan ponselnya (bukan sesuatu yang buruk, hanya menyampaikan perbedaan cara anak-anak menghabiskan waktunya).
Pertanyaan yang lebih abstrak adalah apakah saya ingin kembali ke masa-masa saat itu? Tentu ini hanyalah hipotesis dan mesin waktu pun tidak ada. Pertanyaan ini lebih berat karena saya sendiri tidak mau kembali ke masa tersebut. Apakah saya ingin aspek-aspek yang ada di tahun 2000-an tetap ada? Ya! Saya ingin banyak membaca blog, animasi film yang masih over the top, handphone yang memiliki desain menarik, dan banyak hal lainnya. Secara pribadi, saya juga ingin membangkitkan rasa ingin tahu. Terlepas dari semua itu, saya tidak ingin kembali ke tahun 2000-an. Bayangkan apabila semua komputer masih menggunakan Windows XP, di mana fitur Search masih rumit digunakan. Bayangkan apabila untuk berkomunikasi hanya bisa lewat telepon dan SMS. Bagi saya pribadi, bayangkan apabila saya tidak memiliki transportasi online. Banyak hal-hal yang saat ini lumrah namun belum ada pada dua dekade singkat sebelumnya. Jangankan melihat 10–20 tahun kebelakang, tetapi dalam 5 tahun terakhir saja sudah banyak perubahan manusia dalam berteknologi. Layanan streaming film dan musik yang lebih banyak digunakan (sebenci-bencinya saya dengan Spotify Premium, saya tetap lebih memilihnya daripada situs bajakan seperti Gudanglagu), UI dan jumlah driver transportasi online, dan lumrahnya komunikasi secara virtual, terutama pada 2 tahun terakhir.
Dalam kegemaran saya membaca, saya menumukan satu forum diskusi di Reddit yang bertanya pada guru-guru senior tentang perubahan apa yang dapat dirasakan dalam rentang mereka menjadi guru. Jawaban yang paling banyak adalah bahwa anak-anak zaman sekarang lebih lembut, lebih mudah menerima perbedaan, dan lebih ramah dibanding anak-anak pada zaman-zaman sebelumnya. Saya tidak tahu mengenai hal ini karena dulu di sekolah saya masih banyak perundungan terjadi. Tetapi apabila benar hal ini terjadi, artinya ini adalah satu alasan lagi bagaimana masa sekarang masih lebih baik dari masa lalu.
Kembali ke judul tulisan ini, Romantisiasi Masa Kecil. Hal ini juga menyangkut tentang kesukaan saya menonton serial TV dan film tahun 2000-an. Ketika baru menonton High School Musical (dan sangat menyukainya), saya mencari informasi-informasi tentang film tersebut dan artikel pertama yang muncul adalah tentang Zac Efron (Pemain utama di film tersebut sebagai Troy) membenci film tersebut. Ini juga terjadi pada banyak pemeran serial masa kecil yang berada di tahun 2000-an. Setelah Hannah Montana berakhir, Miley Cyrus merilis lagu Wrecking Ball, yang dapat diinterpretasikan sebagai kebencian atas masa kecilnya sebagai aktris film. Ayahnya, Bill Ray Cyrus (yang ikut berperan pada serial tersebut) menyatakan bahwa dia berharap Hannah Montana tidak pernah ada dan menyesal telah berada di serial tersebut. Terakhir (dari sekian banyak daftar yang masih panjang) adalah Jennette McCurdy, salah satu pemeran utama dalam iCarly, tidak mau kembali ke iCarly Revival karena masa-masanya sebagai aktris menghancurkan kesehatan mentalnya.
Selain mereka-mereka yang menyesal dengan dirinya, ada juga mereka yang ternyata berkembang dari pemeran anak kecil/ remaja menjadi pribadi yang memiliki citra yang kurang baik. Jamie Lynn-Spears merupakan pemeran utama dalam serial Zoey 101. Saat ini, dia sedang terkena kontroversi karena diduga memeras kakaknya, Britney Spears. Sutradara Nickelodeon dalam serial-serial remaja-nya seperti iCarly, Zoey 101, Drake and Josh, dan Victorious adalah Dan Schneider. Sekarang, dia sedang terkena kontroversi karena perilakunya terhadap anak kecil dan remaja. Jennette McCurdy berpendapat bahwa perilaku Dan Schneider padanya merupakan salah satu alasan dia tidak mau kembali melakukan akting. Hal ini membuat kebanyakan serial TV atau film terbitan lama sulit dikonsumsi kembali, mengingat aksi-aksi pemerannya pada dunia nyata.
Saya berpikir setelah mengetahui semua ini: apakah saya pantas membuat kenangan akan dekade masa kecil, akan hal-hal yang di balik layar menyiksa orang lain? Kegiatan favorit saya saat ini adalah menonton serial TV era 2000-an karena aktivitas tersebut membawa saya ke dunia yang berbeda, meskipun saya menontonnya lewat layar modern. Sangat disayangkan apabila saya harus mempertimbangkan aspek apa yang pemeran film lakukan demi memberikan tayangan yang bagus bagi penontonnya. Ungkapan they sacrifice their childhood to make ours sangatlah nyata. Saya memutuskan tetap menonton serial TV dan film dekade 2000-an, tetapi memilihnya dengan cermat, agar tidak menonton hal-hal yang terlihat menyenangkan, namun menghancurkan pemeran dalam produksinya.
Perlu diingat bahwa glorifikasi mengenai hal-hal yang sebenarnya buruk tidak terjadi dalam dunia film saja. R Kelly dan Chris Brown menciptakan lagu-lagu ikonik yang enak didengar, namun di balik semua itu, ternyata mereka adalah pria-pria yang melakukan kekerasan dan pelecehan seksual. Salah satu momen ikonik dalam dunia teknologi pada dekade 2000-an adalah peluncuran iPhone. Keynote peluncuran iPhone sering disebut sebagai keynote terbaik yang pernah ada. Tidak dapat dipungkiri juga peran iPhone dalam perkembangan smartphone hingga saat ini. Tetapi aspek kemanusiaan dalam peluncuran iPhone juga dipertanyakan. Beberapa teknisi harus bekerja keras, mereka ada yang sampai cerai dan dipecat. Tentu untuk menghasilkan hal yang megah perlu pengorbanan dan karya yang baik belum tentu dibuat dengan cara yang baik juga.
Saya membuat tulisan ini sebagai balasan atas romantisiasi terhadap tahun 2000-an yang pernah saya terbitkan di blog ini. Romantisiasi terhadap masa-masa indah seperti masa kecil memang sesuatu yang indah. Sayangnya kita tahu bahwa waktu dapat membuat suatu distorsi di mana kita hanya mengingat masa-masa indah, tidak mencermatinya secara detail. Ini mungkin merupakan pertanggungjawaban pribadi saya terhadap romantisiasi yang bisa dinilai sebagai tone deaf. Realita bahwa saya cinta pada masa kecil dan dekade tersebut masih nyata, tetapi tidak melupakan hal penting yaitu saya tidak mau kembali lagi ke masa-masa tersebut. Melihat apa yang terjadi pada serial-serial favorit buatan tahun 2000-an, apa yang terjadi pada idola-idola tahun 2000-an, dan segi teknologi yang ada pada tahun 2000-an adalah bukti nyata mengapa romantisiasi pada masa lampau bukanlah hal yang (selalu) baik dilakukan.
Update: 20 Maret 2024
Ada beberapa informasi baru di balik layar serial-serial era tahun 2000-an. Dua diantaranya tersaji dalam buku I’m Glad My Mom Died karya Jennette McCurdy (2022) dan serial dokumenter Quiet on Set: The Dark Side of Kids TV (2024).