Menjual Kamera yang Tidak Terpakai dan Menggantinya

Jonathan Ray
6 min readJan 13, 2023

--

Kolektor seri Sony A6000

Dalam tulisan sebelumnya, saya mengungkapkan bahwa kamera Canon 6D, kamera yang sudah menemani saya sejak tahun 2013, dijual karena tidak terpakai. Anehnya, segera setelah menjualnya, saya membeli kamera penggantinya. Untuk apa menjual kamera yang tidak terpakai dan menggantinya? Bukannya kamera pengganti akan bernasib sama, tidak terpakai?

Alasan utama saya menjual Canon 6D adalah sejak beberapa tahun terakhir (sekitar akhir 2016), saya benci menggunakan kamera tersebut. Awalnya lensa kamera rusak dan saya belum mampu untuk memperbaikinya. Saat saya sudah memiliki tabungan yang cukup, fitur-fitur dari kamera tersebut terasa sudah kuno dan membeli atau memperbaiki lensa bagi platform kamera yang mati (Canon sudah tidak memproduksi model DSLR baru sejak 2021), dianggap mubazir. Kebencian tersebut terutama muncul ketika saya memiliki Sony A6400. Kamera Canon 6D masih selalu dibawa untuk kamera cadangan, namun saat saya menggunakannya, hasil dan pengoperasian kameranya tidak sesuai dengan harapan.

Menjual barang yang sudah 9 tahun bersama tentu bukan hal yang mudah. Setiap kali saya membenci kamera tersebut, saya mengingat momen-momen menyedihkan atau yang sulit terkenang, dan kamera tersebut hadir saat itu, mendokumentasikan momen-momen yang ingin saya lupakan. Namun, 9 tahun bukan waktu yang singkat. Dalam rentang waktu tersebut, lebih banyak kenangan indah yang dialami. Kamera Canon 6D mendokumentasikan momen-momen indah tersebut, bahkan momen-momen indah yang membentuk perjalanan saya sebagai penghobi fotografi dan videografi. Terlalu banyak kenangan, merupakan alasan utama orang-orang tidak mau menjual barang yang sudah tidak terpakai. Saya pun seperti itu, jika saya memiliki banyak uang dan tidak perlu menjual barang-barang kesayangan saat ingin meng-upgradenya.

Kawah Putih pada tahun 2015: Salah satu momen terbaik yang dipotret menggunakan Canon 6D

Sayangnya alasan kenangan indah tersebut tidak dapat menutupi kekesalan saya terhadap kamera Canon 6D. Awal tahun 2022, saya menggunakan kamera Canon 6D secara penuh waktu. Pertama kali sejak saya memiliki Sony A6400. Dalam waktu satu bulan tersebut, saya merasa kamera Canon 6D menghambat kreativitas saya, terutama karena fiturnya yang primitif. Hasil fotonya masih sangat bangus (bahkan lebih bagus daripada Sony A6400) dan hasil videonya cukup (meski tidak cocok dijadikan webcam). Tetapi karena lensa yang rusak, karya yang ingin saya hasilkan tidak maksimal (saya bukan penganut istilah Man Behind the Gun). Saat itu, saya sudah ingin menjual kamera Canon 6D dan menggantinya dengan kamera Sony seperti Sony A6300, tetapi karena saya mengelurakan uang lebih untuk PC pada akhir 2021, membeli barang lain dalam rentang waktu berdekatan dirasa seperti pemborosan.

Keinginan menjual kamera Canon 6D dan menggantinya dengan kamera lain seperti Sony A6300 muncul dari pertengahan tahun 2021. Saat itu, saya sangat puas dengan hasil kamera Sony A6400 dan melihat pendahulunya, Sony A6300, sudah menawarkan 90% kemampuan Sony A6400 dengan harga yang menarik. Tidak ada gunanya saya menambah kamera, namun tidak ada gunanya juga saya mengumpulkan kamera yang tidak berfungsi. Saat itu, saya ingin langsung tukar tambah, tetapi terhalang dengan kebutuhan utama yaitu saya tidak memiliki komputer. Prioritas harus ditegakan, meski saya lebih tertarik pada kamera daripada komputer.

Setelah kejadian pada pertengahan tahun 2021 , saya kembali merenungkan apakah keputusan saya perlu dilaksankan. Apakah saya ingin tetap menjual kamera Canon 6D? Apakah saya akan menggantinya dengan kamera Sony A6300 atau tipe lain? Apakah saya akan tetap menggunakan Sony? Tulisan perenungan saya, mulai dari renungan akhir tahun, resolusi tahun baru, impian ulang tahun, serta banyak catatan-catatan kecil di ponsel, makin menguatkan keinginan tersebut.

Saya hanya seorang diri yang jarang membuat konten. Tidak perlu bagi saya memiliki dua kamera (begitu pula tidak perlu bagi saya memiliki dua komputer). Saya mulai mencari alternatif lain. Apakah lebih baik uang penjualan kamera dan tabungan khusus kamera “baru” (karena ini kamera bekas) digunakan untuk hal lain seperti membeli lensa dan aksesoris video? Saya memiliki impian-impian lain seperti membeli lensa (bahkan mungkin dua lensa) dan gimbal, dua hal yang lebih berpengaruh pada hasil, bagian terpenting dari proses foto dan video. Saya juga sempat menyewa lensa yang ingin saya beli untuk memastikan bahwa ini adalah pilihan yang seharusnya saya ambil. Benar bahwa lensa dan aksesoris kamera akan meningkatkan kualitas produk yang saya produksi daripada penambahan kamera.

Namun saya terpikir dengan keputusan saya tahun lalu, menjual laptop dan uangnya dipakai untuk menambah dana rakit PC. Saya kehilangan satu laptop, tidak mendapatkannya kembali, dan digunakan untuk hal yang seharusnya dalam waktu beberapa bulan pun dapat tercapai tanpa menjual barang. Kamera harus ganti dengan kamera. Itu sudah pasti.

Perenungan terakhir membulatkan target saya untuk menjual Canon 6D dan menggantinya dengan Sony A6300 sebelum akhir tahun 2022. Turunnya harga Canon 6D, langkanya kamera baru Sony (karena kelangkaan semikonduktor), naiknya harga Sony A6300, dan sulitnya mencari kamera yang pas menjadi halangan utama. Ketika saya mendapatkan kamera dengan kondisi dan harga yang pas, tanpa banyak berpikir, saya langsung melanjutkan transaksi.

Selang sekian bulan, apakah saya menyesali keputusan tersebut? TIDAK! Benar, bahwa sejatinya, saya hanya membutuhkan satu kamera, namun memiliki dua kamera yang berfungsi dengan baik dapat membantu saya dalam lingkungan produksi. Memang jarang saya berada dalam lingkungan produksi, namun jika diperlukan, tanpa harus menyewa kamera, kehadiran kamera tambahan sangat membantu. Kamera tambahan juga membuat saya bereksperimen dengan cara kerja multi-camera. Selagi kamera membantu saya untuk meningkatkan minat dan kemampuan, menurut saya, kamera tersebut sudah worth it. Tentunya saya tetap harus membeli lensa baru, tetapi keputusan untuk menambah kamera daripada membeli lensa tidak disesali.

Buat apa saya memiliki dua kamera yang mirip? Dua kamera yang mirip memang terasa boring, tetapi setelah mencoba sistem dua kamera yang berbeda (Canon dan Sony), saya berpendapat bahwa kamera yang mirip mempermudah cara kerja. Hanya ada satu jenis baterai yang digunakan, hanya sedikit perbedaan hasil antara dua kamera, dan nantinya, hanya satu jenis mount lensa yang digunakan saat akan membeli lensa. Saat ini, Sony A6400 tetap menjadi kamera utama; kamera yang pertama kali saya ambil jika akan keluar rumah atau akan membuat karya, sedangkan kamera Sony A6300 menjadi kamera “perang”; kamera yang dipakai untuk pekerjaan cukup berat (merekam video panjang (seperti untuk timelapse), dipinjamkan ke orang lain, atau utamanya, sebagai webcam).

Keunggulan memiliki kamera yang sama: Dapat bertukar baterai!

Apakah hipotesis Sony A6300 sudah menawarkan 90% kemampuan Sony A6400 benar adanya? Setelah secara ekstensif menggunakan dua kamera tersebut, saya setuju dengan hal tersebut. Saat ini, harga antara dua kamera cukup jauh (harga A6400 bekas belum stabil, apalagi sejak kemunculan Sony ZV-E10). Fitur-fitur seperti flip screen, kemampuan merekam video tanpa batas, autofokus foto yang lebih responsif, lebih mudah dioperasikan, dan panas merekam video yang lebih minim mungkin tidak terdengar substansial, tetapi setelah menggunakannya, keunggulan tersebut cukup terasa. Namun, Sony A6300 pun tidak jelek. 90% kemampuan A6400 sudah sangat baik dengan harga yang lebih murah. Hasil dua kamera tersebut pun sama karena sensornya sama. Jadi, selain peningkatan segi fungsionalitas dan kualitas hidup, kedua kamera ini intinya tidak berbeda. Sony A6300 terasa sebagai kamera yang memiliki value for money yang tinggi.

Elephant in the room adalah Sony A6500. Harganya masih terlalu mahal (bahkan ada yang menjual lebih mahal daripada Sony A6400), padahal keluaran lebih lama dari A6400. Saat itu, membeli Sony A6400 atau A6500 sebagai pengganti Canon 6D bukan sebuah opsi karena overbudget. Jika diberi pilihan, saya tetap memilih A6400, karena keunggulan Sony A6500 dapat disiasati dengan membeli stabilizer, sesuatu yang tetap harus dibeli jika menggunakan A6500 karena stabilization Sony yang kurang dibandingkan brand lain seperti Panasonic.

--

--

Jonathan Ray

Curahan isi otak dan hati oleh seorang yang biasa saja. Opini pribadi, tidak menggambarkan siapapun kecuali saya.